04 November 2007

Jangan Takut untuk Berkata 'TIDAK'!

Hal ini terbukti ampuh untuk bebas dari Tilang (bukti pelanggaran) persi oknum Polantas. Sudah dua kali hal ini saya lakukan dan alhamdulillah berhasil, serta sekali keluar uang DENDA karena memang saya lalai (menerobos lampu merah) tapi berhasil mengurangi nominal DENDA dari Rp50.000 menjadi Rp.35.000.

Kasus pertama, ketika saya sedang mengendarai mobil box perusahaan komputer dimana saya kerja. Waktu itu saya belok kiri pada saat lampu lalulintas masih kuning dan belum merah yg berarti pengendara masih bisa masuk tapi harus hati-hati di sebuah pertigaan di daerah Bandung. Di depan seorang Polantas dg sigap memberhentikan laju kendaraan dan minta ditunjukan SIM dan STNK-ku dan membawanya ke suatu warung di samping pertigaan tersebut. Sebelum turun dari kendaraan dan mengikuti sang Polantas itu, saya berfikir bagaimana caranya supaya saya tidak sampai di-tilang atau kena denda karena saya memang tidak bersalah atau melanggar sesuatu. Akhirnya saya punya ide dg mengeluarkan semua uang yg ada di dompet dan menyisakan hanya satu lembar uang 5000-an lantas turun dan menemui sang Polantas. Kemudian seperti biasa terjadi adu argumen yg pada intinya saya bilang “Saya TIDAK bersalah dan TIDAK bisa di-tilang” namun untuk mengambil kembali STNK dan SIM, saya mencoba mengerti keinginan lain sang Polantas dg cara mengeluarkan dompet di muka umum dan membukanya lebar-lebar sehingga jelas kelihatan cuma uang goceng yg terlihat itupun sambil ngoceh “Saya cuma punya uang goceng dan ini pun buat jaga-jaga apalagi sekarang tanggal tua”. Akhirnya dg buru-buru dan gelagapan (mungkin karena malu dilihat banyak orang) sang Polantas memberikan SIM dan STNK-ku sambil menyuruhku cepat pergi tanpa sempat mengambil uang yg cuma goceng. He he..!

Kasus kedua, kejadiannya saat pulang ke Tangerang habis mudik lebaran 2007 kemarin. Waktu itu saya pake motor Honda Karisma, saya salah mengambil lajur jalan terlarang (perboden) karena memang saya nggak faham betul daerah tersebut dan kurangnya rambu-rambu penunjuk jalan. Kurangnya rambu-rambu petunjuk terbukti pada saat saya diberhentikan Polantas ada 4 pengendara motor yg lain yg mengalami hal yg sama. Singkat kata saya mengeluarkan jurus yg sama tapi dg redaksi yg agak berbeda yaitu “Saya bersalah karena masuk ke jalur yg dilarang karena saya TIDAK faham dan saya TIDAK bisa di-tilang” dan saya juga mengatakan "Saya tidak mempunyai uang untuk denda". Akhirnya saya terbebas dari tilang dan SIM serta STNK-ku kembali ke dompetku. Cuma sayang pengendara motor yg lainnya kelihatan pada bingung dg SIM dan STNK mereka yg masih di tangan Polantas. Dan sebelum pergi saya sempat berkata pada Polantas “Tolong Pak kasih rambu atau dijagain di sebelah sana supaya pengendara motor tidak kebablasan masuk jalur yg dilarang.” Heh…

Dari dua contoh kasus di atas bisa diambil pelajaran bahwa:

  1. Pada saat di berhentikan oleh Polantas, usahakan kita bersikap santai hadapi mereka layaknya orang biasa yg baik, yg sama makan nasi, yg sama pernah/sering kekurangan uang, yg pasti sering kentut kalau masuk angin. Positif thinking lah kata orang sunda mah.
  2. Akui kesalahan ‘kalau memang kita bersalah/lalai’ dan jangan pernah menyangkal. Kemudian minta maaf atas kesalahan yg kita lakukan dengan mengutarakan alasan yg masuk akal dan tidak ngarang-ngarang.
  3. Jaga citra mereka walaupun kita sedang menghadapi oknum Polantas yg asli. Misalkan, usahakan dalam negosiasi/pembelaan kita berbicara tidak lantang (tapi tegas), hindari supaya pada saat negosiasi kita tidak menjadi pusat perhatian atau menyita perhatian orang lain dan kalau bisa kita bicara satu lawan satu dengan kondisi bukan seperti orang yg sedang transaksi atau kondisi kita yg sangat mengharap belas kasihan sang Polantas.
  4. Gunakan bahasa yg tepat. Misalnya ganti kata uang tebusan dg kata uang DENDA sehingga kita tidak menganggap/memposisikan Polantas yg sedang kita hadapi adalah orang yg memang kurang baik (oknum).
  5. Dan yg terpenting berani berkata TIDAK untuk memberi uang dan TIDAK untuk di-tilang ‘dengan syarat’ kita memang tidak melakukan pelanggaran. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengatakan 'Saya tidak punya uang untuk hal ini'.

    Semoga bermanfaat!

29 September 2007

Di Ruas Jalan Islamic-Legok (Angris-Cibogo) Tangerang




>Kutipan Suara Pembaca:


Ass. wr. wb.,

Seperti kita ketahui Kab. Tangerang sekarang sedang punya proyek betonisasi jalan.

Saya melihat ada kejanggalan dalam pengerjaan pengecoran ruas jalan Islamic-Dasana tepatnya di daerah Anggris-Cibogo (sekarang sedang dlm pengerjaan!). Beton coran di daerah ini tebalnya tidak sama dengan tebal ruas jalan lainnya. Misalkan untuk ruas jalan Dasana-Legok ‘tebalnya sekitar 40cm dan semuanya beton’. Tapi untuk ruas jalan daerah Anggris-Cibogo ini, sebelum dicor, jalan 'diurug' dahulu dgn koral (campuran batu & tanah) sehingga mengurangi tebal beton coran sampai setengah bagian tebal jalan. Saya jadi berfikir apakah pengerjaan ruas jalan di daerah ini menggunakan metode/teknologi baru sehingga komposisi lapisan jalan sebagian harus diganti dengan tanah koral? Atau mungkin praktek korupsi yg memakan sebagian biaya perbaikan jalan dg cara mengganti beton dg koral?

Perbaikan/pengecoran ruas jalan Islamic-Legok sudah 2x. Saya tahu persis kualitas dari hasil perbaikan yg pertama hanya bertahan sekitar 4 bulan dan setelah itu jalan rusak kembali.

Dan kalau misalkan ruas jalan tersebut kembali rusak dalam waktu dekat setelah perbaikan yang sekarang ini, saya dan mungkin pengguna serta warga di sekitar jalan tersebut akan ‘kembali sangat terganggu’ dengan kondisi jalan yang rusak dan ‘kembali bermacet-ria’ pada saat jalan diperbaiki kembali.

Untuk itu, saya berharap kepada pihak yg terkait untuk memperhatikan kualitas perbaikan jalan khususnya di ruas Islamic-Legok supaya hasil dari perbaikan yg pertama tidak terulang pd hasil perbaikan yg ke-dua ini.

Sebagai data saya lampirkan foto-foto kondisi jalan yang sedang diperbaiki saat ini (Akhir September 2007), atau bisa dilihat di
http://kontra-korupsi.blogspot.com/


Terimakasih.